SKRIPSI BAHASA INDONESIA PENDIDIKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DITINJAU
DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA: STUDI DISKRIPTIF TERHADAP SISWA KELAS VII
SMPN 3 Masbagik TAHUN AJARAN 2007/2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
G. Asumsi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Tentang Prestasi belajar
1. Prestasi belajar
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
B. konsep Tentang Pendidikan
1. Pendidikan
2. Lingkungan pendidikan
3. tingkat Pendidikan
C. Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap prestasiBelajar
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Variabel Penelitian
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi penelitian
2. Sampel penelitian
D. Metode Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
b. Angket atau Kuesioner
E. bagan Penelitian
F. Teknik Analisa Data
BAB IV HASIL PENELITIN DAN PEMBAHASAN
A.Diskripsi Data
1. Prestasi belajar siswa
2. Menyusun tabel kerja
3. Uji normalitas data
B. Analisa Data
1. Merumuskan hipotesis nol
2. Menyusun daftar belanja statistik
3, Memasukkan data kedalam rumus
4. Menyusun tabel ringkasan Anava
5. Menguji nilai F
C. Uji Hipotesis
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Cara orang tua mendidik
2. Realisasi antar anggota keluarga
3. Ekonomi keluarga
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya pendidikan tidak saja berlangsung di lingkungan formal akan tetapi juga nonformal atau luar sekolah. Pendidikan formal menunjuk kepada pendidikan di lembaga-lembaga persekolahan mulai dari Tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal atau pendidikan di luar sekolah dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dengan pendidikan formalnya, sedangkan keluarga dan masyarakat berperan aktif dalam mengembangkan iklim pendidikan anak. Dengan kata lain bahwa berhasilnya pendidikan anak tergantung juga dari peranan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu tanggung jawab pendidikan tidak saja menjadi tugas pemerintah akan tetapi juga menjadi kewajiban dari keluarga dan masyarakat. Keberhasilan pendidikan itu sendiri ditentukan oleh tiga komponen yaitu pemerintah, keluarga, dan masyrakat.
Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan pendidikan yang utama sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga. Pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah merupakan peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. (Amir Daien Indrakusuma, 1973: 109) Dengan demikian terlihat betapa besarnya tanggung jawab keluarga terhadap anak.
Keikutsertaan orang tua sebagai pendidik juga tidak lain merupakan konsekuwensi dari kedudukan orang tua dalam keluarga. Dimana tanggung jawab pihak orang tua didasarkan atas motivasi cinta kasih, yang pada hakikatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral (Noor Syam. dkk. 1981: 16). Secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu berdiri sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial ekonomi, maupun moral. Atas dasar motivasi cinta kasih dan tanggung jawab moral tersebut, Maka setiap orang tua menginginkan anaknya sukses dalam belajar. Realisasi dari keberhasilan orang tua mendidik anaknya, tercermin dalam prestasi belajar anaknya (siswa) optimal di sekolah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk mencapai prestasi yang optimal, ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor sosial. Salah satu faktor sosial yang berasal dari luar sekolah yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah tingkat pendidikan orang tua. Hafi Anshari (1983: 92) mengatakan bahwa faktor eksternal yang banyak kaitannya dengan prestasi belajar sebagian besar datang dari lingkungan keluarga yang menyangkut segi-segi kehidupan rumah tangga, meliputi: perlakuan orang tua terhadap anak, kedudukan anak dalam keluarga, besar kecilnya keluarga, keadaan ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, dan sebagainya. Orang tua selaku pendidik merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang prestasi belajar anak (siswa).
Setiap anak (siswa) mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda-beda dalam keluarganya. Sebagian siswa berasal dari keluarga kehidupan yang harmonis, saling kasih dan menyayangi, penuh toleransi dan disiplin yang tinggi dan seterusnya. Sebagian siswa yang berasal dari latar belakang yang sebaliknya dari kondisi diatas.
Perbedaan latar belakang kehidupan dalam keluarga tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi kualitas belajar anak (siswa), dan pada akhirnya terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.
Dipilihnya SMPN 3 Masbagik sebagai lokasi penelitian oleh penulis karena memenuhi syarat terselenggaranya pendidikan dan pengajaran secara wajar. Di samping itu Siswa-Siswi SMPN 3 Masbagik dijadikan sampel karena sangat bervariasi, ada yang latar belakang pendidikan orang tua Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas,dan Perguruan Tinggi.
Berdasarkan kondisi yang demikian, merupakan salah satu pendorong bagi penulis untuk mengadakan studi tentang “Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Ditinjau Dari Pendidikan Orang Tua (Studi Diskriptif) terhadap Siswa Kelas VII SMPN 3 Masbagik Pada Semester ganjil Tahun Ajaran 2007/2008.
B. Identifikasi Masalah
Dalam bidang pendidikan, proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kondisi, fasilitas,dan keterlibatan atau peranan orang tua sangat mendukung didalam lingkungan pendidikan, baik yang bersifat formal maupun non formal.
Dalam pendidikan formal, untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain berusaha untuk menyempurnakan kurikulum, baik dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi, pemerintah selalu berusaha dan bekerja sama dengan berbagai pihak, baik pihak swasta lainnya maupun para orang tua murid dengan jalan membantu sekolah dalam melengkapi fasilitas dan monivator atau mengontrol kegiatan belajar siswa di rumah.
Sehubungan dengan hal di atas, maka dalam penelitian ini dikemukakan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Perbedaan pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Masbagik
2. Pengaruh tingkat pendidikan orang tua dalam proses belajar mengajar anak (siswa).
C. Batasan Masalah
Batasan penelitian ini adalah:
1. Pembatasan obyek penelitin
Obyek penelitian ini adalah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia
2. Pembatasan subyek penelitian
Subyek yang dijadikan sasaran dalam penelitian ini yaitu terbatas pada siswa kelas II SMPN 3 Masbagik Tahun Ajaran 2007/2008.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua?
2. Bagaimanakah pengaruh pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua
2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data bagi penelitian yang sejenis, disamping memberikan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat ilmiah pada umumnya.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang berguna bagi orang tua, Lembaga/Sekolah yang bersangkutan dalam usahanya mengoptimalkan prestasi belajar siswa.
G. Asumsi
Asumsi adalah anggapan dasar yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Dalam pembahasan ilmiah harus menggunakan asumsi sebagai dasar pemecahan masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa asumsi yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Siswa berasal dari orang tua yang berpendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, maupun perguruan tinggi diberi fasilitas yang sama di sekolah itu
2. Guru menghadapi murid dalam waktu, tempat, situasi dan metode yang sama.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Tentang Prestasi Belajar
1. Prestasi Belajar
Prestasi Belajar terdiri dari dua kata, yakni dari kata prestasi dan belajar antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda.Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar dibicarakan ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada pembahasan pertama. Untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata Prestasi belajar. Hal ini juga untuk mempermudah memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataannya, untuk mendapatkan prestasi, tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu dengan jalan keuletan kerja.
Meski pencapaian prestasi itu penuh dengan rintangan dan tantangan yang harus dihadapi seseorang, namun seseorang tidak akan menyerah untuk mencapainya. Disinilah nampak persaingan dalam mendapatkan prestasi dalam kelompok terjadi secara konsisten dan persisten.
Banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan prestasi. Semuanya tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu. Kegiatan mana yang akan digeluti untuk mendapatkan prestasi tersebut. Konsekwensinya kegiatan itu harus digeluti secara optimal agar menjadi kegiatan dari diri secara pribadi.
Dari kegiatan tertentu yang digeluti untuk mendapatkan prestasi, maka muncullah berbagai pendapat dari para ahli sesuai keahlian mereka masing-masing untuk memberikan pengertian mengenai kata prestasi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan.
Menurut WJS Poerwadarmita (Syaiful Bahri Djamrah, 1994:20) bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Sedangkan menurut Mas,ud Khasan Abdul Kohar (Syaiful Bahri Djamrah, 1994: 21) prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diproleh dengan jalan keuletan kerja. Sementara Nasrun Harahap dkk (dalam Syaiful Bahri Djamrah, 1994:21) memberikan batasan, bahwa prestasi adalah pnilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang tedapat dalam kurikulim.
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli di atas, jelas terlihat berbeda pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu dapat dipahami, bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang dikerjakan, diciptakan, yang menyenangi hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam kegiatan tertentu.
Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari
(Syaiful Bahri Djamrah, 1994: 21). Maka dari hasil aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan demikian, belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil.
Belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu seutuhnya. Sejalan dengan itu Sardiman A.M. mengemukakan suatu rumusan, bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju keperkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sebagai hasil dari aktivitas belajar ini dapat dilihat dari perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Perubahan yang terjadi dalam diri individu sebagai hasil dari pengalaman itu sebenarnya usaha dari individu itu sendiri dalam intraksi dengan lingkungannya. Intrasi dimasud tidak lain adalah intraksi idukatif yang memungkinkan terjadinya peroses intrasi belajar mengajar. Hal ini dijelaskan Selameto bahwa belajar adalah suatu peroses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam intraksi dengan lingkungannya (Syaiful Bahri Djamrah, 1994: 22)
Dari pengertian belajar sebagaimana dikemukakan di atas dapat dirumuskan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam intraksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorok.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat difahami makna kata prestasi dan belajar, prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu peroses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku. Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang cukup sederhana mengenai hal ini. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahabn dalam diri individu sebagai hasi dari aktivitas dalam belajar.
Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku inilah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah.
Kemajuan yang diperoleh tidak saja berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga berupa kecakapan atau keterampilan. Semuanya bisa di peroleh di bidang mata pelajaran tertentu. Kemudian untuk mengetahui penguasaan setiap siswa terhadap mata pelajaran tertentu itu dilaksanakanlah evaluasi. dari hasil evaluasi itulah akan dapat diketahui kemajuan siswa. dengan demikian dapat dipahami, bahwa prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah menyangkut pengetahuan atau kecakapan / keterampikan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian.
Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai bahasa indonesia yang terdapat di Raport Siswa Kelas VII SMPN 3 Masbagik Pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2007/2008.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai seseorang atau siswa sangat tergantung dari peroses belajar yang dialaminya. Siswa yang mengalami peroses belajar, Supaya berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
Bimo Waligito (1982: 23-28) mengtakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi belajar siswa, yakni:
- Faktor Internal, mencakup
- Kemampuan Intelegensi
- Kebutuhan-kebutuhan
- Motivasi
- Perasaan serta keadaan pribadi secara keseluruhan.
- Faktor Eksternal, mencakup
- Lingkungan Sekolah
- Lingkungan Masyrakat
Senada dengan pendapat di atas, Selameto (1991: 54-76) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Siswa adalah:
- Faktor Internal yaitu:
- Faktor Jsmaniyah
- Faktor Psikologos
- Faktor Kelelahan
- Faktor Eksternal yaitu:
- Faktor Keluarga
- Faktor Sekolah
- Faktor Masyarakat
Pendapat lain mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara gelobal dapat dibedakan menjadi tiga macam:
- Faktor Internal ( faktor dalam diri siswa), yakni Keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa
- Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni konsisi lingkungan sekitar siswa
- Faktor pendekatan belajar ( approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. ( Muhibbin Syah, 1995: 132).
Dari beberapa yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal, faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Sedangkan yang dimaksud faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: Fisiologis dan pisikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
Menurut Hafi Anshari (1983: 92) mengatakan bahwa faktor eksternal yang banyak kaitanya dengan prestasi belajar sebagian besar datang dari lingkungan keluarga yang menyangkut segi-segi kehidupan rumah tangga, meliputi:
a. Perlakuan orang tua terhadapap anak
b. Kedudukan anak dalam keluarga
c. Besar kecilnya keluarga
d. Setatus anak dalam keluarga
e. Keadaan ekonomi keluarga
f. Pendidikan orang tua dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat dirumuskan bahwa faktor eksternal yang datang dari keluarga yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:
a. Cara orang tua mendidik
b. Keadaan keluarga
c. Suasana keluarga
d. Penertian orang tua
e. Keadaan ekonomi keluarga
f. Pendidikan orang tua
Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan secara terperinci satu persatu
a. Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik berperan dalam menunjang belajar dan hasil yang akan dicapai anaknya. hal ini jelas dan dipertegas oleh Amir Daien Indrakusuma (1973: 109)dengan mengatakan keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama.
Orang tua yang memanjakan anaknya, terlalu kasihan pada anaknya, membiarkan saja bila anaknya tidak belajar, tentu belajarnya akan menjadi kacau dan perestasi belajarnya juga kurang optimal. Demikian juga mendidik anak terlalu keras atau memaksanya, anak akan menjadi penakut bahkan benci terhadap belajar sehingga hasil belajarnya pun tidak sesuai dengan harapan.
b. Keadaan keluarga
Keadaan keluarga erat kaitanya dengan besar kecilnya keluarga, keadaan kedudukan atau setatus anak dalam keluarga seperti anak kandung atau kah anak tiri, anak sulung ataukah anak bungsu dan sebagainya.
Anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang kurang jumlah keluarganya besar, akan sulit untuk belajar. Juga setatus anak tiri dan anak sulung atau bungsu kurang perhatian dari orang tuanya, maka prestasi belajarnya kurang memuaskan.
c. Suasana keluarga
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang intim, menimbulkan suasana kaku, tegang didalam keluarga, menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar. Sebaliknya suasana yang menyenangkan akrab dan penuh kasih sayang, akan memberi motivasi bagi anak untuk belajar sehingga prestasi belajarnya pun akan lebih optimal.
d. Pengertian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongangannya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah.
e. Keadaan ekonomi keluarga
Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Oleh kaerena itu bila keadaan ekonomi memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak, sehingga mereka dapat belajar dengan senang dan hasil belajarnya pun akan lebih baik.
f. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan (akademis) orang tua turut mempengaruhi suasana dan cara orang tua membimbing dan membantu anaknya dalam mendidik. Bagaimanapun juga, anak dari keluarga yang berpendidikan akan mempunyai gambaran dan aspirasi-aspirasi yang berbeda dengan anak dari keluarga yang biasa saja. Situasi dari keluarga yang berpendidikan akan memberikan pengaruh dan dorongan yang positif terhadap anak.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tentang cara mendidik, keadaan keluarga, suasana keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan orang tua, ternyata mempengaruhi keadaan siswa dalam mencapai hasil disebut perestasi belajar. Setatus sosial orang tua menentukan sikap mereka terhadap pendidikan anak dan peranan pendidikan dalam kehidupan manusia. Tingkat pendidikan orang tua akan menentukan kemampuan orang tua dalam memberikan informasi tentang bahan pelajaran di sekolah yang diperlukan anak yaitu bimbingan pendidikan yang mungkin dapat diberikan orang tua. Sedangkan setatus sosial ekonomi orang tua terkait dengan penyediaan fasilitas yang diperlukan anak dalam mempelajari bahan pelajaran di sekolah.
Anak dapat belajar dengan baik, bila kebutuhan pokok yang diperlukan dalam belajar terpenuhi. Ary H. Gunawan (1986:122) mengatakan:
kebutuhan pokok bagi anak untuk belajar dengan baik antara lain:
- Sarana belajar berupa buku pelajaran pokok dan alat tulis menulis.
- Pakaian sekolah
- Makanan yang bergizi
- Kesempatan belajar dengan tenang dan tidak banyak diganggu oleh kesibukan mencari nafkah.
B. Konsep Tentang Tingkat
Pendidikan
1. Pendidikan
Mengenai difinisi pendidikan, banyak para ahli mengartikan pendidikan yang berbeda-beda. Perbedaan itu mungkin disebabkan karena sudut pandangan yang berbeda.
Menurut Langeved pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datang dari orang dewasa (atau diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, peraturan hidup sehari-hari dan sebagainya) dan di tunjukkan kepada orang yang belum dewasa. (dalam Hasbullah, 2008: 2)
Sedangkan menurut John Dewey pendidikan adalah suatu peroses pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tampa dibatasi oleh usia. (Hafi Anshari, 1983: 26)
Menurut John Park bahwa pendidikan adalah seni atau peroses dalam menyalurkan atau menerima pengetahuan atau kebiasaan-kebiasaan melalui pengajaran dan studi (Hafi Anshari, 1983: 27).
Kemudian Amir Daien Indrakusuma, (1973: 27) Memberi pengertian bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar teratur dan sistimatis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas tentang pengertian pendidikan, maka dirumuskan bahwa:
- Pendidikan adalah perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan supaya bisa melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
- Pendidikan adalah peroses pengalaman
- Pendidikan dilaksanakan oleh orang yang merasa bertanggung jawab kepada masa depan anak.
- Pendidikan dilasanakan secara sadar, teratur dan sistimatis.
- Pendidikan dilakukan dilembaga sekolah, luar sekolah dan rumah tangga.
- Pendidikan berlangsung seumur hidup.
2. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
Pendidikan adalah lembaga-lembaga pendidikan disekitar anak yang mempunyai
pengaruh langsung dan tidak langsung, positif maupun negatif terhadap
pembentukan dan perkembangan anak.
Amir Daien Indrakusuma (1973: 108) mengatakan: pada garis besarnya kita kenal tiga lingkungan pendidikan. Tiga lingkungan pendidikan ini disebut juga tripusat pendidikan, yaitu:
- Lingkungan keluarga
- Lingkungan sekolah
- Lingkungan masyarakat
Tiap-tiap lingkungan pendidikan tersebut memberikan pengaruh pada peroses pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya.
a. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dan dikatakan lingkungan yang terutama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah dalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Mengenai hubungan pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati antara orang tua dengan anak. Pendidikan dalam keluarga didasarkan atas dasar rasa cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Rasa cinta kasih sayang inilah yang menjadi sumber kegiatan yang tak kunjung padam pada orang tua untuk tak jemu-jemunya memberikan bimbingan dan pertolongan yang dibutuhkan oleh anak. Rasa kasih sayang ini pula yang menyebabkan orang tua ikhlas mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan anaknya.Namun dalam orang tua memberikan bimbingan dan pertolongan ini, hendaklah benar-benar merupakan bimbingan dan pertolongan yang memang perlu dan berguna bagi perkembangan anak ke arah kedewasaan, kearah sikap berdiri sendiri.
Ali Saefillah (1982:110) mengemukan tujuan pendidikan keluarga, yaitu:
- Pendidikan budi pekerti
- Pendidikan sosial
- Pendidikan kewarganegaraan
- Pendidikan kebiasaan
- Pendidikan intelek
Mengenai tujuan pendidikan keluarga akan dijelaskan berikut ini.
- Pendidikan budi pekerti, dimana anak diberikan dan ditanamkan norma pandang hidup tertentu, meskipun dalam bentuk sederhana dan langsung, baik dalam peraktik sehari-hari maupun dalam keluarga di rumah.
- Pendidikan sosial, dimana anak diberikan kesempatan dan latihan secara peraktis tentang bagaimana bergaul antara manusia dan sesamanya sesuai dengan tuntutan dan tuntunan kebudayaan tetentu.
- Pendidikan kewarganegaraan, dimana orang tua menanamkan kepada anak didiknya norma nasionalisme, patriotisme, cinta tanah air dan bangsa serta kemanusiaan.
- Pendidikan kebiasaan, dimana anak dilatih dan diberikan kesempatan untuk hidup secara teratur dan tertib tampa dirasakan adanya suatu paksaan dari luar pribadinya.
- Pendidikan intelek, dimana anak diajarkan kaidah pokok tentang kecakapan berbahasa, berhitung dan kesenian tertentu.
Menurut Hasbullah (2008: 34) bahwa fungsi pendidikan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
2. Menjamin kehidupan emosional anak
3. Menanamkan dasar pendidikan moral
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
5. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Mengenai fungsi pendidikan keluarga di atas akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Di dalam keluargalah anak didik mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak di lahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluaraga.
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini sangat penting diperhatikan sebab dari sinilah keseimbangan jiwa didalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
2. Menjamin kehidupan emosional anak
Suasana didalam keluarga merupakan suasana yang meliputi rasa cinta dan simpati sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, suasana percaya mempercayai.
Untuk itulah mulai pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik, sebab orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa cinta kasih sayang yang murni.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak-anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan prilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa:
Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya menyamainya.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
Di dalam kehidupan keluarga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak dapat di pupuk sedini mungkin, terutama dalam kehidupan keluaraga yang penuh rasa tolong menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sedang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan kerasian dalam segala hal.
5. Peletakan dasar-dasar keagamaan
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama, di samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral, yang tak kalah pentingnya adalah berperan besar dalam peroses internalisasi dan transpormasi nilai-nilai keagamaan kedalam pribadi anak.
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah dan ceramah-ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap keperibadian anak.
Adapun dasar-dasar tanggung jawab orang tua (keluarga) terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal berikut:
a. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak
b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya
c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat bangsa dan negara
d. Memelihara dan membesarkan anak-anaknya
e. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.
b. Lingkungan Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga terutama dalam ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu perlu ada sekolah yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga, disamping jadi jambatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, sebab mempunyai bentuk (form) yang jelas dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan secara resmi, seperti rencana pelajaran, jam pelajaran, dan peraturan lain yang menggambarkan bentuk dari program sekolah secara keseluruhan.
Menurut Soewarno (dalam Hasbullah,2008:50-51) bahwa fungsi sekolah adalah sebagai berikut:
- Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan. Disamping bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya ialah menyampaikan pengetahuan dan melaksnakan pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intlektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral.
- Spesialisasi
Diantara ciri semakin meningkatnya kemajuan masyarakat ialah semakin bertambahnya defrensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut.
sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang sepesialisasinya didalam bidang pendidikan dan pengajaran
- Efisiensi
Artinya bahwa dengan adanya sekolah maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat yang lebih efisien sebagai berikut:
- andaikata tidak ada sekolah dan pekerjaan mendidik harus dipikul oleh keluarga akan hal ini tidak efisien,
- pendidikan sekolah dilaksankan dalam program yang tertentu dan sistimatis,
- di sekolah dapat dididik sejumlah besar anak sekaligus.
- Sosialisasi
Sekolah mempunyai peran yang penting juga didalam peroses sosialisasi yaitu peroses membantu perkembangan individu menjadi mahluk sosial, mahluk yang dapat menyesuaikan diri dengan baik di masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya berada di masyarakat.
- Konservatori dan teransmisi kultural
Fungsi lain sekolah adalah memelihara warisan kebudaya yang hidup dalam masyrakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepda generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah anak didik
- Transmisi dari rumah ke masyarakat.
Ketika berada dikeluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah dimana ia mendapat kesempatan untuk latih berdiri sendiri dan bertanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.
Sekolah sebagai lingkungan pendidikan bukan mengambil peranan dan fungsi orang tua dalam mendidik anaknya dalam keluarga, tetapi sekolah bersama-sama orang tua membantu mendidik anak. Di rumah dia mendapatkan pendidikan sesuai batas kemampuan lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena kemampuan yang terbatas dan banyak tugas serta tanggung jawab lain yang harus di laksanakan.
c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam peroses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan maupun performens dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam keluarga. Kekurangan yang dirasakan akan dapat diisi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi didik atau individu secara utuh dan terpadu.
Dengan demikian masyarakat sebagai lingkungan pendidikan bagi anak akan membawa pengaruh-pengaruh, baik yang sifatnya positif terhadap pendidikan anak juga bersifat negatif.
Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif disini ialah segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan perkembangan anak, yaitu pengaruh-pengaruh yang menuju hal-hal yang baik dan berguna. Baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun berguna bagi kehidupan bersama. Sedangkan pengaruh yang bersifat negatif adalah segala macam pengaruh yang menuju hal-hal yang tidak baik dan merugikan. Baik, tidak baik dan merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak itu sendiri, maupun tidak baik dan merugikan kepada kehidupan bersama.
3. Tingkat Pendidikan
Menurut sifat pelaksanaan dari pendidikan, Amir Daien Indrakusuma (1973: 43) membedakan menjadi tiga bentuk yaitu:
1. pendidikan informal, yaitu pendidikan/ pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh tidak secara sengaja melalui pergaulan-pergaulan.pendidikan
2. non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja di luar sekolah, pendidikan non formal ini tidak terikat oleh jenjang-jenjang pendidikan
3. pendidikan formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja di sekolah-sekolah, dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi
Oleh karena pendidikan formal dilakukan secara sengja, maka pendidikan formal merupakan sistem pendidikan yang melembaga dan secara kronologis ada tingkatan-tingkatan dan secara hirarkhis bersetruktur dari sekolah dasar menuju ke yang lebih tinggi mencapai Universitas (Sudomo, 1976: 180).
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa tingkatan-tingkatan pendidikan atau jenjang-jenjang pendidikan hanya dikenal dalam pendidikan formal, karena pada pendidikan formal sajalah adanya tingkat pendidikan. Oleh karena itu pendidikan yang menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini adalah pendidikan formal.
Hafi Anshari menyebutkan perbedaan menurut tingkat pendidikan antara lain:
- Pendidikan Pra Sekolah (TK)
- Pendidikan Dasar
- Pendidikan Menengah
- Pendidikan Tinggi
Mengenai tingkat pendidikan dalam pendidikan formal, ada beberapa ahli mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
Sudomo,(1976:67) mengatakan: Jenjang lembaga pendidikan sekolah yang kita kenal dengan masa waktu belajarnya adalah Taman Kanak-kanak (dua tahun), Sekolah Dasar (enam tahun) Sekolah Menengah Pertama (tiga tahun), Sekolah Menengah Atas (tiga tahun), dan Perguruan Tinggi (tiga sampai enam tahun).
Soegarda Poerbakawatja (1970: 128) mengatakan:Sistem pendidikan Indonesia menurut tingkatannya dapat dibagi atas tingkatan Taman Kanak-kanak Selama dua tahun, tingkat Sekolah Dasar selama enam tahun, tingkat Sekolah Menengah enam tahun (dibagi menjadi tingkat SMP tiga tahun dan tingkat SMA tiga tahun) dan Tingkat Perguruan Tinggi selama empat dan enam setengah tahun.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 14 ayat 1 dikatakan:.Jenjang pendidikan formal terdiri atas penidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Jadi pada uraian di atas, pendidika Taman Kanak-kanak dimaksudkan juga dalam salah satu tingkat pendidikan lamanya dua tahun, dengan demikian yang dimaksud tingkat pendidikan adalah pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang memiliki tingkatan yaitu pendidikan pra sekolah (Taman Kanak-kanak selama dua tahun), Pendidikan Dasar 9 tahun (Sekolah Dasar selama enam tahun dan Sekolah Menengah Pertama selama tiga tahun), pendidikan menengah (Sekolah Menengah Atas selama tiga tahun ) dan Perguruan Tinggi (selama tiga sampai enam tahun).
Karena dalam pendidikan ini populasinya hanya siswa SMPN 3 Masbagik berdasarkan tingkat pendidikan orang tuanya, dimana masyarakat atau orang tua siswa adalah orang desa yang pada dasarnya belum mengenyam pendidikan Taman Kanak-kanak dan juga Taman Kanak-kanak belum merupakan suatu keharusan sebelum memasuki Sekolah Dasar, maka tingkat pendidikan disini meliputi:
- Pendidikan Sekolah Dasar
- Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
- Pendidikan Sekolah Menengah Atas
- Pendidikan Perguruan Tinggi/ Akademi.
C. Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa.
Pada umumnya orang beranggapan bahwa latar belakang pendidikan yang baik dan tinggi akan memiliki kelebiha-kelebihan, seperti pandangannya luas terhadap suatu masalah, juga memiliki keterampilan-keterampilan memecahkan masalah bila dibandingkan orang yang berpendidikan rendah. Mereka yang berpendidikan tinggi juga mempunyai pandangan jauh kedepan.
Sehubungan dengan hal di atas, orang tua memegang peranan penting untuk meningkatkan perkembangan anak dan prestasi belajar anak tampa dorongan dan ransangan orang tua, maka perkembangan dan prestasi belajar anak-anak mereka akan menurun.
Adapun beberapa cara untuk mendorong dan meningkatkan prestasi belajar anak. Orang tua dapat menanyakan kapan anak-anak mereka mengadakan ulangan, kapan ujian semester, dan bagaimana pelajaran-pelajarannya di sekolah apakah sudah mengerti atau tidak.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa semakin tinggi perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anak-anaknya maka semakin tinggi prestasi yang akan dicapai anak-anak itu. Sebaliknya akan terjadi jika semakin kurang perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anak-anaknya semakin rendah pula prestasi yang akan dicapai anak dalam sekolah.
Dalam membimbing dan mengajar anaknya, hendaklah orang tua memperhatikan faktor-faktor kondusif yang menumbuhkan prestasi yang baik. Ibrahim Husein menyebutkan faktor-faktor kondusif tersebut adalah:
- Memperhatikan kasih sayang yang mesra dan yang wajar terhadap tindak-tanduk mereka, jangan hanya menyalahkan saja.
- Menghadapi perkembangan dengan penuh kesabaran
- Memahami dalam bentuk yang sebenarnya segala tingkah laku mereka tiap-tiap perkembangan
- Berikan perhatian dan kelembutan yang sungguh-sungguh dalam bergaul dengan mereka serta jangan putus asa (Ibrahim Husein: 18)
Hubungan antara orang tua dengan anaknya hendaklah didasari oleh cinta kasih yang mendalam,serta mengasuh dan mendidik anaknya dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran. Dikatakan oleh Noor Syam, dkk (1986: 16) bahwa tanggung jawab pihak orang tua didasarkan atas motivasi cinta kasih: yang pada hakikatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral.
Dalam membimbing anaknya orang tua jangan hanya menyalahkan saja, orang tua juga harus memberikan contoh yang baik, karena ini besar pengaruhnya.
Oleh karena itu kemungkinan kegagalan anak disebabkan karena dari pihak orang tua tidak ada kontrol atau perhatian dan sikap acuh tak acuh terhadap pendidikan anak ( Soepartinah Pakasi, 1981: 94).
Sikap positif ataupun sikap negatif dari orang tua adalah merupakan hasil pendidikan yang berasal dari luar (eksternal), yang pada ahirnya akan berdampak pula pada prestasi belajar anaknya.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, maka semakin tinggi tingkat pendidikan maka besar pula perhatian orang tua terhadap peroses pendidikan atau peroses belajar putra/putrinya, termasuk mengarahkan anaknya untuk memperoleh prestasi belajar yang optimal. Sebaliknya orang tua yang rendah atau tidak berpendidikan kurang memperhatikan hal tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan tingkat pendidikan orang tua mempunyai hubungan yang erat dengan prestasi belajar yang dicapai anaknya di sekolah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan obyek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Ex Post Facto yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi tampa adanya modifikasi atau intervensi peneliti terhadap obyek yang diteliti (Sugiyono, 2000)
Menurut Nasir (1985) bahwa penelitian Ex Post Facto merupakan data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan setelah berlangsung. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Kerlingger (dalam Nasir, 1985) bahwa penelitian Ex Post Facto adalah penelitian secara empiris dan sistimatis dimana peneliti tidak melakukan kontrol langsung terhadap variabel bebas karena manifestasi fenomena yang terjadi. Penelitian ini bertujuan menjabarkan dan mencari apakah ada dan seberapa besar pengaruh variabel x sebagai variabel bebas terhadap variabel y sebagai variabel terikat
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah tingkat pendidikan orang tua (x) dan yang menjadi variabel terikat adalah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia SMPN 3 Masbagik (y). Dengan demikian variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua yang merupakan variabel bebas(x) yang dijadikan dasar pengelompokkan pada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia SMPN 3 Masbagik pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2007/2008, sedangkan prestasi belajar siswa merupakan variabel terikat(y) atau variabel yang akan diamati sesudah dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan orang tua.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah siswa kelas II SMPN 3 Masbagik. Adapun jumlah siswa kelas II SMPN 3 Masbagik adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Jumlah populasi kelas II SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008
No |
Kelas |
Siswa |
1 |
A |
20 |
2 |
B |
20 |
Jumlah |
2 Kelas |
40 Siswa |
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diditeliti. Untuk sampelnya adalah sebagian siswa kelas II SMPN 3 Masbagik. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:112) Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.
Berdasarkan pendapat di atas penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik populasi sampel. Artinya semua populasi menjadi sampel penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu metode khusus yang dipergunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data. Untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan apa yang diharapkan, maka haruslah menggunakan teknik yang tepat, sehingga antara teknik yang digunakan dengan data yang diharapkan menjadi sesuai.
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau varibel yang berupa catatan, transrip, buku, surat kabar, majalah dan lain sebagainya. (Suharsimi Arikunto, 2002: 206) Pencatatan dokumen dalam penelitian ini adalah pencatatan data tentang prestasi belajar siswa yang tedapat dalam legger nilai yakni Indeks Prestasi (IP) Raport siswa, dan data tentang pendidikan orang tua yang terdapat dalam bio data di sekolah.
b. Angket atau Kuesioner
kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2002:128)
Dalam penelitian ini penulis memberikan pertanyaan tertulis kepada siswa untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dari latar belakang kehidupan di rumah ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua.
E. Bagan Penelitian
Bagan 1: Uji Analisis Varians (Anava) satu jalur
TPOT PBS
A1 X1
A2 X2
A3 X3
A4
X4
Bagan 2: Uji- t
XA1 XA2
XA1 XA3
XA1 XA4
XA2 XA3
XA2 XA4
XA3 XA4
TPOT : Tingkat pendidikan orang tua
PBS : Prestasi belajar siswa
A1 : Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah dasar
A2 : Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah menengah pertama
A3 : Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah menengah atas
A4 : Siswa dari orang tua yang berpendidikan perguruan tinggi
F. Teknik Analisa Data
Untuk mengolah data dari hasil pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik analisis statistik. Statistik adalah cara-cara yang dipersiapkan untuk pengumpulan, menyusun, menyajikan dan menganalisis data penyelidikan yang berwujud angka-angka, juga didasarkan pada suatu alasan dengan analisis statistik yang diharapkan akan dapat diperoleh dasar-dasar yang bisa dipertanggungjawabkan untuk menarik kesimpulan ataupun mengambil keputusan –keputusan secara baik dan benar.
Rumus statistik yang digunakan adalah Analisis Varians (Anava) satu jalur, yakni digunakan menganalisis data dari suatu variabel kalsifikasi sampel (Dantes, 1986: 27). Rumus ini digunakan juga karena melihat sifat datanya yakni Nominal-Interval Analisis Varians dapat digunakan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan mean yang signifikan pada tiga atau lebih kelompok sekor (Sanafiah Faisal, 1989: 213)
Adapun bentuk Rumus Anava Satu jalur tersebut adalah sebagai berikut:
Sumber Variasi SV |
Jumlah Kuadrat JK |
Derajat Kebebasan db |
Mean Kuadrat MK |
Peluang Galat p |
Klpk (k) |
Jk =- |
db=k-1 |
MK= |
0,05 |
Dalam (d) |
JK= JK - JK |
db= N-K |
MK= |
0,01 |
Total (T) |
JK= - |
db = N - 1 |
|
|
Keterangan: SV : Sumber Variasi
FK: Faktorial korelasi : =
JK : Jumlah kuadrat
Mk : Mean kuadrat
db : Drajat Bebas
p : Pluang galat (Suharsimi Arikunto, 2002: 291)
Nilai F yang diperoleh akan diuji dengan memakai tabel nilai F. setelah p dalam taraf signifikansi 5 % dan taraf dengan perincian sebagai berikut:
- Bila nilai F yang diperoleh berda dibawah angka batas penolakan hipotesis nol, maka ini berarti hipotesis nol ditrima, karena nilai F yang diperoleh dalam penelitian lebih kecil dari pada angka batas yang terdapat dalam tabel nilai-nilai F, ini berarti pengaruh yang diteliti tidak berarti atau tidak signifikan.
- Bila nilai F yang diperoleh berada di atas atau sama dengan angka batas penolakan hipotesis nol, maka ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak, karena nilai-nilai F yang diperoleh dalam penelitian lebih besar atau sama dengan angka batas yang tedapat dalam tabel nilai-nilai F , ini berarti pengaruh yang diteliti disebut pengaruh yang berarti atau signifikan.
Selanjutnya untuk menguji mana yang lebih berpengaruh antara Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua MTs Nurui Iman Dasan Makam pada semester ganjil tahun ajaran 2007/2008. Maka digunakan uji-t yang merupakan teknik transformansi dari analisis
BAB 1V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
A. Diskripsi Data
1. Prestasi belajar siswa
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua kelas 1 semester II yang terlihat pada tabel 01, nilai tertinggi 8,00 dan nilai terendah 6,75
Tabel: 01. Data prestasi siswa dan tingkat pendidikan orang tua
N0 |
Nama Siswa |
Jenis kelamin |
Prestasi siswa |
Nama Orang Tua |
Tingkat pendidikan orang tua |
Ket |
1 |
Heny Romdayani |
P |
8,00 |
H. Zaenuddin, S.Pdi |
S1 |
|
2 |
Zul Mayadi H |
L |
8,00 |
Mahnan, S.Pd |
S1 |
|
3 |
Mustafa Kamal |
L |
7,75 |
Drs. Kamaludin |
S1 |
|
4 |
Hidayatul Khairi |
L |
7,75 |
Sayuti |
SMA |
|
5 |
Alfis Maulana |
L |
7,75 |
Matar |
SMA |
|
6 |
Titi Erna Santi |
P |
7.75 |
Sahmat |
SMP |
|
7 |
M Sam’an Hafiz |
L |
7,75 |
Aq Mardian |
SD |
|
8 |
Juma,iyah |
P |
7,75 |
Aq Rohan |
SD |
|
9 |
Murni Hayati |
P |
7,75 |
Harman |
SD |
|
10 |
Samsul Anwar |
L |
7,50 |
Saupi |
SMA |
|
11 |
Nur Hayati |
P |
7,50 |
Suparman |
SMA |
|
12 |
Julnawari |
L |
7,50 |
Saudi |
SD |
|
13 |
Ahmad Toyib |
L |
7,50 |
Manap |
SD |
|
14 |
Ebi Widiya A |
P |
7,50 |
Kamarudin |
SD |
|
15 |
Fitri Suci H |
P |
7,50 |
Masban |
SD |
|
16 |
Patmawati |
P |
7,50 |
Aq Sayuti |
SD |
|
17 |
M Azwan |
L |
7,25 |
Aniah Hartadi |
SMA |
|
18 |
Sahmal |
L |
7,25 |
Syawal |
SMA |
|
19 |
Bq Yulia M |
P |
7,25 |
L Tarip |
SMA |
|
20 |
Hamdanul Ihsan |
L |
7,25 |
Musnan |
SMA |
|
21 |
L Eyi Putra |
L |
7,25 |
L Lukman |
SD |
|
22 |
Siti Zahra |
P |
7,25 |
Semin |
SD |
|
23 |
Nur Hasanah |
P |
7,25 |
Supardi |
SMP |
|
24 |
L Khairul Sidik |
L |
7,25 |
L Musanip |
SMP |
|
25 |
Elta Maulina |
P |
7,25 |
Marsudin |
SMP |
|
26 |
Abdul Wahid |
L |
7,25 |
Mindre |
SMP |
|
27 |
Fitriani |
P |
7,25 |
Aq Ramli |
SD |
|
28 |
Suhartini |
P |
7,25 |
Samsiyah |
SD |
|
29 |
A Hafizuddin |
L |
7,00 |
Abdul Hanan |
SMA |
|
30 |
Rio Ariaputra |
L |
7,00 |
Zul Karnain |
SMA |
|
31 |
M Ahsan Tohari |
L |
7,00 |
Zainudin |
SMA |
|
32 |
Sahruni |
L |
7,00 |
Kiahmat |
SD |
|
33 |
Bq Suhamniwati |
P |
7,00 |
L Sabar |
SD |
|
34 |
Rida Sumiati |
P |
7,00 |
Maah |
SD |
|
35 |
A. Sahroni |
L |
7,00 |
Maesun |
SD |
|
36 |
Hamdan Wadi |
L |
7,00 |
Muhaji |
SD |
|
37 |
Supardi |
L |
6,75 |
Parman |
SMA |
|
38 |
Huswatun Nisak |
P |
6,75 |
Busnairi |
SMA |
|
39 |
Hamdani |
L |
6,75 |
Taah |
SD |
|
40 |
Saupi |
L |
6,75 |
Nurisin |
SD |
|
2. Menyusun tabel kerja
Tabel kerja ini dipergunakan untuk menyelesaikan rumus. Sebelum tabel kerja dibuat, terlebih dahulu dibuat data yang diperoleh dalam penelitian dan merupakan persiapan untuk menyusun data. Berdasarkan tabel 01 yang diperoleh dalam penelitian, maka dapatlah dibuat tabel data sebagai berikut
Tabel: 02. Indeks prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia semester genap tahun ajaran 2007/2008 dari orang tua yang berpendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.
SD |
SMP |
SMA |
Perguruan Tinggi |
Prestasi |
Prestasi |
Prestasi |
Prestasi |
7,75 |
7,75 |
7,75 |
8,00 |
7,75 |
7,75 |
7,75 |
8,00 |
7,75 |
7,75 |
7,50 |
7,75 |
7,50 |
7,75 |
7,50 |
|
7,50 |
7,75 |
7,25 |
|
7,50 |
|
7,25 |
|
7,50 |
|
7,25 |
|
7,50 |
|
7,25 |
|
7,25 |
|
7.00 |
|
7,25 |
|
7,00 |
|
7,25 |
|
7,00 |
|
7,25 |
|
6,75 |
|
7,00 |
|
6,75 |
|
7,00 |
|
|
|
7,00 |
|
|
|
7,00 |
|
|
|
7,00 |
|
|
|
6,75 |
|
|
|
6,75 |
|
|
|
N= 19 M= 7,28 |
N= 5 M= 7,75 |
N= 13 M= 7,23 |
N= 3 M=7,92 |
3. Uji Nurmalitas Data
Diketahui Mean ( M ) sebesar 73,75 (Lihat Lampiran 1) dan Standar Deviasi ( SD ) sebesar 4,03 (Liaht Lampiran 1) sedangkan nilai Chi Kuadrat yang diperoleh db= N-1 atau 6-1= 5 pada taraf signifikansi 5% sebesar 66,6143 (Lihat lampiran 2) berada diangka penolakan Chi Kuadrat dalam tabel (11, 070) (Lihat lampiran 6) ini berarti bahwa distribusi prestasi belajar yang diproleh tidak menyimpang dari distribusi normal.
B Analisa Data
Untuk menguji Hipotesis yang diajukan, dianalisis dengan metode statistik Analisis Varians Satu Jalur, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis nol (Ho)
Hipotesis yang akan diuji kebenarannya adalah hipotesis nol (Ho). Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang telah dirumuskan, terlebih dahulu harus dirubah menjadi hipotesis nol (Ho). Adapun hipotesis nol (Ho) yang diajukan adalah : “ Ada perbedaan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua.
2. Menyusun daftar belanja statistik
Berdasarkan tabel 02, dapat diperoleh daptar belanja statistik seperti teruji berikut ini:
Tabel: 03. Daftar belanja statistik
Yang dicari |
Klpk SD |
Klpk SMP |
Klpk SMA |
Klpk PT |
Jumlah |
n |
19 |
5 |
13 |
3 |
40 |
|
138,25 |
38,75 |
94 |
23,75 |
294,75 |
|
1007,8125 |
300,3125 |
681 |
188,0625 |
2177,1875 |
M |
7, 28 |
7,75 |
7,23 |
7,92 |
- |
3. Memasukkan data kedalam rumus.
Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
(1).JK=-=2177,1875 - = 2177,1875 – 2171,939
= 5,2485
(2).JK-= = 2173,974 – 2171,939 = 2,035
(3). JK5,2485 – 2,035 = 3,2135
(4). db40-1 = 39
(5). db
(6). db
(7). MK2,035: 3 = 0,678
(8). MK3,2135: 36 =0,089
Fdbdb
F =
4. Menyusun tabel ringkasan Anava
Tabel: 04. Tabel kerja untuk pengetesan Hipotesis
SV |
JK |
db |
MK |
F |
p |
Kelompok (k) |
2,035 |
3 |
0,678 |
7,617 |
0,05 |
Dalam (d ) |
3,2135 |
36 |
0,089 |
- |
0,01 |
Total ( T ) |
5,2485 |
39 |
- |
- |
- |
5. Menguji Nilai F
Berdasarkan tabel 04 di atas, ternyata Fo didapatkan sebesar 7,617. Untuk menguji nilai Fo tersebut, maka penulis berpedoman pada nilai-nilai F-tabel (Ft). Ternyata Ft dengan dbk = 3 lawan db = 36 pada peluang 0,05 ( 5% ) adalah sebesar 2,92 (Lihat lampiran 7) ini berarti Fo > Ft dengan p = 0,05 (5%). sehingga hasil penelitian ini sangat berarti atau sangat signifikan.
Selanjutnya untuk menguji mana yang lebih berpengaruh antara prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua kelas II SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008, maka digunakan uji-t sebagai berikut:
t =
t = < 1,72
p = 5%
t < 1,70
p = 5%
t = < 1,72
p = 5%
t = > 1,75
p = 5%
t= < 1,94
p = 5%
t=< 1,76
p = 5%
Kesimpulan
1. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SD sama SMP
2. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SD sama SMA
3. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SD sama Perguruan Tinggi
4. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SMP sama SMA
5. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SMP sama Perguruan Tinggi
6. Ada perbedaan prestasi belajar siswa dari orang tua yang berpendidikan SMA sama Perguruan Tinggi
Untuk Mengkonsultasikannya dengan t-tabel, terlebih dahulu harus ditentukan derajat bebasnya (db), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
db = A + A – 2
t db = 19 + 5 – 2 = 22 t = 1,72 p = 5%
t db = 19 + 13 – 2 = 30 t= 1,70 p = 5%
t db = 19 + 3 – 2 = 20 t = 1,72 p = 5%
t db = 5 + 13 – 2 = 16 t = 1,75 p = 5%
t db = 5 + 3 – 2 = 6 t = 1,94 p = 5%
t db = 13 + 3 – 2 = 14 t = 1,76 p = 5%
C. Uji Hipotesis
Berdasarkan uji hipotesis yang digunakan adalah analisis varianas statistik Uji F untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Masbagik.
Dan hipotessis dengan menggunakan rumus Uji-t yang diajukan adalah ada perbedaan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia dari orang tua yang berpendidikan – SD sama SMP
- SD sama SMA
- SD sama Perguruan Tinggi
- SMP sama SMA
- SMP sama Perguruan Tinggi
- SMA sama Perguruan Tinggi
Selanjutnya sebagai bahan untuk pembahasan dari hasil angket dengan siswa didapatkan data seperti terlihat dilampiran ( Lampiran 3)
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan analisis varianas (Anava) satu jalur dan Uji-t, maka dapatlah teruji bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas VII SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008.
Prestasi belajar siswa ditentukan oleh banyak faktor, antara lain dibawah ini dijelaskan dari hasil angket dan pendapat para ahli sebagai berikut:
1. Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik terkait dengan perlakuan dan perhatian orang tua terhadap waktu belajar anak. Orang tua yang cukup perhatian terhadap waktu belajar anaknya memungkinkan prestasi belajar anaknya memuaskan, demikian sebaliknya orang tua yang kurang perhatian terhadap belajar anaknya cendrung prestasi belajarnya kurang optimal atau kurang memuaskan.
Menurut teori di atas ternyata terbukti dari hasil angket dengan responden sebagai berikut:
a. Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah dasar
Dari hasil angket yang didapatkan dari siswa bahwa perhatian orang tua terhadap belajar anak cukup karena 19 dari 19 responden (100%) tidak ada yang memilih tidak di perhatikan oleh orang tuanya, demikian juga 10 dari 19 responden (51%) kadang-kadang mendapatkan perhatian pada saat belajar di rumah, dan 9 dari 19 responden (49%) yang sering mendapatkan perhatian pada saat belajar di rumah. Sedangkan 3 dari 19 (16%) yang tidak diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 6 dari 19 responden (31%) yang sering diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 10 dari 19 responden (53%) kadang-kadang diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 1 dari 19 responden ( 5% ) yang tidak pernah menanyakan perkembangan belajar setiap pulang sekolah, 4 dari 19 responden (21%) sering menanyakan perkembangan belajar setiap pulang sekolah, 14 dari 19 responden ( 74% ) kadang-kadang menanyakan perkembangan belajar setiap pulang sekolah. 4 dari 19 responden ( 21% ) yang tidak pernah orang tua siswa memantau jadwal belajar setiap semester, 8 dari 19 responden ( 42%) orang tua siswa sering memantau jadwal belajar setiap semester, 7 dari 19 responden (37%) kadang-kadang orang tua siswa memantau jadwal belajar setiap semester.
b. Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah menengah pertama
Dari hasil angket yang didapatkan dari siswa bahwa perhatian orang tua terhadap belajar anak cukup karena 5 dari 5 responden (100%) yang kadang-kadang orang tua memperhatikan saat belajar di rumah, 4 dari 5 responden ( 80%) kadang-kadang diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 1 dari 5 responden ( 20% ) sering diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah. 3 dari 5 responden (60%) kadang-kadang menanyakan perkembangan belajar setiap pulang sekolah, 2 dari 5 responden (40%) tidak pernah menanyakan perkembangan belajar setiap pulang sekolah. 1 dari 5 responden (20%) tidak pernah orang tua siswa memantau jadwal belajar setiap semester, 1 dari 5 responden (20%) sering orang tua siswa memantau jadwal belajar setiap semester, 3 dari 5 responden (60%) kadang-kadang orang tua siswa memantau jadwal belajar setiap semester.
c. Siswa dari orang tua yang berpendidikan sekolah menengah atas
Dari hasil angket yang didapatkan dari siswa bahwa perhatian orang tua terhadap belajar anak cukup karena 6 dari 13 responden ( 46% ) kadang-kadang memperhatikan saat belajar di rumah, 7 dari 13 responden ( 54% ) sering memperhatikan saat belajar di rumah, 1 dari 13 responden ( 8% ) tidak pernah diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 6 dari 13 responden (46%) kadang-kadang diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 6 dari 13 responsen ( 46% ) sering diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah.
4 dari 13 responden ( 31% ) kadang-kadang orang tua memantau jadwal belajar pada saat semester, 2 dari 13 responden ( 15% ) tidak pernah orang tua memantau jadwal belajar pada saat semester, 7 dari 13 responden (54%) sering orang tua memantau jadwal belajar pada saat semester.
d. siswa dari orang tua yang berpendidikan perguruan tinggi
Dari hasil angket yang didapatkan dari siswa bahwa perhatian orang tua terhadap belajar anak cukup karena 1 dari 3 responden (33%) kadang-kadang orang tua memperhatikan jadwal belajar di rumah, 2 dari 3 responden (67%) sering orang tua memperhatikan jadwal belajar di rumah. 3 dari 3 responden (100%) kadang-kadang diperhatikan jadwal belajarnya setiap hari di rumah, 1 dari 3 responden ( 33% ) kadang-kadang orang tua memantau jadwal belajar pada saat semester, 2 dari 3 responden (67%) sering orang tua memantau jadwal belajar pada saat semester.
dengan demikian untuk mencapai prestasi belajar yang optimal bagi anak nya, orang tua sangat perlu memperhatikan waktu belajar anaknya. Dan yang sangat perlu diperhatikan adalah kualitas perhatian yang diberikan seperti motivasi atau rangsangan bagi anak baik berupa pujian, hadiah, ataupun ganjaran sehingga anak dapat termotivasi untuk belajar dengan giat.
2. Realisasi antar Anggota Keluarga
Realisasi antar antar anggota keluarga yang penting adalah realisasi antara orang tua dengan anaknya. Realisasi yang tercipta antara orang tua dengan anak akan mempengaruhi suasana anak untuk belajar dengan tenang. Ngalim purwanto (9188 : 93) mengatakan bahwa keadaan tiap-tiap kelurga berlain-lainan satu sama lain.
- Ada keluarga yang selalu meliputi oleh suasana tenang dan tentram, ada pula yang selalu gaduh, bercekcok dan sebagainya.
- Keadaan dalam keluarga yang bermacam-macam coraknya itu akan membawa pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap pendidikan anak-anak. Oleh karena itu anak yang selalu diliputi oleh suasana tenang dan akrab dengan orang tuanya akan lebih baik prestasinya dibandingkan siswa dari kondisi sebaliknya
Hubungan antara anak dengan orang tua tercermin dari perasaan / suasana anak terhadap orang tuanya sebagai pendidik, artinya akrab dalam suasana kekeluargaan dalam lingkungan keluarga.
Berdasarkan hasil angket dengan siswa didapatkan bahwa orang tua yang berpendidikan Sekolah Dasar 15 dari 19 responden (79%) yang akrab dengan orang tuanya, 3 dari 19 responden (16%) kurang akrab dengan orang tuanya, 1 dari 19 responden yang tidak akrab dengan orang tuanya.
Orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama, 5 dari 5 responden (100%) yang akrab dengan orang tuanya. Orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas, 11 dari 13 responden (85%) yang akrab dengan orang tuanya, 2 dari 13 responden (15%) yang kurang akrab dengan orang tuanya. Sedangkan Orang tua yang berpendidikan Perguruan Tinggi 2 dari 3 responden (67%) yang akrab dengan orang tuanya. 1 dari 3 responden (33%) yang kurang akrab dengan orang tuanya.
Dengan demikian orang tua yang memperhatikan hubungan yang akrab dengan anaknya, karena hal ini mempengaruhi suasana anak untuk belajar dengan tenang, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh anak akan lebih optimal.
3. Ekonomi Keluarga
Ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan keberhasilan anak untuk mencapai prestasi yang optimal di sekolah, terutama dalam menyediakan fasilitas atau sarana belajar.
Ary H Gunawan (1986) mengatakan bahwa:
Kebutuhan pokok bagi anak untuk dapat belajar dengan baik antara lain:
- Sarana belajar berupa buku-buku pelajaran pokok dan alat tulis menulis.
- Pakaian sekolah
- Makanan yang bergizi
- Kesempatan belajar dengan tenang dan tidak banyak diganggu oleh kesibukan untuk mencari nafkah.( Ary H Gunawan, 1986: 22).
Pada umumnya setiap orang tua menginginkan semua kebutuhan diperlukan oleh anak terpenuhi, namun karena terbentur dengan biaya, maka tidak semua kebutuhan anak sekolah tersebut dapat terpenuhi oleh orang tuanya.
Oleh karena itu apabila kebutuhan pokok anak terpenuhi akan memungkinkan anak dapat belajar dengan baik dan tenang, sehingga prestasi belajarnya pun memuaskan. Sebaliknya bila hal di atas tidak terpenuhi maka kemungkinan anak mengalami kemunduran dalam belajar. Sehingga dalam hal ini, dari hasil angket yang didapatkan bahwa Orang tua yang berpendidikan Seklolah Dasar, 16 dari 19 Responden ( 84%) yang cukup memenuhi kebutuhan sekolah anak dan 3 dari 19 responden (16%) yang kurang memenuhi kebutuhan sekolah anak. Orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama 4 dari 5 responden (80%) yang cukup terpenuhi kebutuhan sekolah anak,dan 1 dari 5 responden (20%) yang kurang memenuhi kebutuhan anak. Orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas, 9 dari 13 responden ( 69% ) yang cukup memenuhi kebutuhan sekolah anak, 4 dari 13 responden (31%) yang kurang memenuhi kebutuhan sekolah anak, Sedangkan Orang tua yang berpendidikan perguruan tinggi 3 dari 3 responden (100%) yang cukup memenuhi kebutuhan sekolah anak.
Dalam kaitanya dengan penyediaan fasilitas atau sarana belajar, maka ruang belajar dan buku penunjang (paket) mendukung sekali pencapaian hasil belajar siswa di sekolah, karena akan dapat memberikan motivasi dan ketenangan siswa untuk belajar dengan baik.
Sehubungan dengan hal di atas, dari hasi angket didapatkan sebagai berikut:
- Siswa dari orang tua yang berpendidikan Sekolah Dasar, 8 dari 19 responden (42%) mempunyai ruang belajar dipakai bersama-sama, 5 dari 19 responden ( 26%) yang tidak memiliki ruang belajar, dan 6 dari 19 responden(32%) Yang mempunyai ruang belajar sendiri/khusus. Sedangkan buku paket 19 dari 19 responden (100%) yang kurang lengkap memiliki buku paket.
- Siswa dari orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama , 2 dari 5 responden (40%) mempunyai ruang belajar dipakai bersama-sama, 2 dari 5 responden (40%) mempunyai ruang belajar sendiri / khusus, 1 dari 5 responden (20%) yang tidak memiliki ruang belajar. Sedangkan 5 dari 5 responden (100%) yang kurang lengkap memiliki buku paket.
- Siswa dari orang tua yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas, 3 dari 13 responden ( 23% ) yang mempunyai ruang belajar dipakai bersama-sama, 2 dari 13 responden (15%) yang tidak memiliki ruang belajar, 8 dari 13 responden ( 62% ) yang memiliki ruang belajar sendiri / khusus. Sedangkan buku paket 11 dari 13 responden (85%) yang mempunyai buku paket kurang lengkap, dan 2 dari 13 responden (15%) memiliki buku paket lengkap.
- Siswa dari orang tua yang berpendidikan Perguruan Tinggi, 1 dari 3 responden (33%) mempunyai ruang belajar dipakai bersama-sama, 2 dari 3 responden (67%) yang mempunyai ruang belajar sendiri / khusus. Sedangkan buku paket yang dibutuhkan 3 dari 3 responden (100%) yang memiliki buku paket kurang lengkap.
Dengan demikian ekonomi keluarga berperan penting dalam menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh anak, karena dengan ekonomi yang tinggi memungkinkan bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah terutama fasilitas belajar yang dapat membuat anak belajar dengan senang.
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin besar perhatiannya terhadap pendidikan anak,baik yang menyangkut perhatiannya terhadap waktu belajar, realisasi dengan anaknya maupun kebutuhan pokok serta sarana atau fasilitas belajar yang diperlukan oleh anak, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh anaknya lebih optimal dari pada pendidikan orang tua yang lebih rendah.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan bahwa.
- Ada pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia SMPN 3 Masbagik tahun ajaran 2007/2008. hal ini teruju besarnya Nilai F yang diperoleh dalam penelitian yakni sebesar 7,617 , sedangkan F-tabel (Ft) baik dalam taraf signifikansi 5% dengan derajat bebas 3 lawan 36 berada di atas hipotesis nol (Ho) dalam tabel yakni 5% = 2,92
- Ada perbedaan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa indonesia ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua di SMPN 3 Masbagik pada semester ganjil tahun ajaran 2007/2008. Hal ini teruji dari Uji-t yang dilakukan sebagai berikut:
t = -3,135 < 1,72 p < 5%
t = 0,465 < 1,70 p > 5%
t = -3,453 < 1,72 p < 5%
t = 3,314 > 1,75 p < 5%
t = -0,780 < 1,94 p > 5%
t = -3,612 < 1,76 p < 1%
B.Saran-Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh penulis, maka mulai kesempatan ini disampaikan saran-saran sebagai berikut.
1. Bagi Sekolah
Dalam rangka mengoptimalkan prestasi belajar siswa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh sekolah antara lain:
- Mengefektifkan komite bangunan sekolah sebagai sarana informasi yang berguna bagi orang tua dan pihak sekolah dalam memecahkan persoalan sekolah.
- Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
- Menyediakan fasilitas belajar yang yang sangat dibutuhkan oleh siswa.
- Membentuk klompok belajar siswa sebagai bagian untuk melengkapi pengetahuan siswa melalui diskusi-diskusi klompok.
2. Bagi guru
Dapat secara intensif memberikan bimbingan kepada siswa untuk belajar tampa mendeskripsikan tinggi rendahnya pendidikan orang tua siswa sehingga termotivasi dalam pelajarannya
3. Bagi Orang Tua, disarankan:
a. Memperhatikan waktu belajar siswa baik belajar sendiri maupun pada waktu anak belajar kelompok
b.Memperlihatkan hubungan yang akrab dengan anaknya dan jangan diperlihatkan hubungan cekcok dalam keluarga kepada anak.
c. Memenuhi kebutuhan anak jika memungkinkan
d. Menciptakan kondisi yang kondusif guna menunjang iklim belajar anak.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Hafi. 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Ary H, Gunawan. 1986. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara
Dantes, 1986. Analisis Varians. Singaraja: FKIF Universitas Udayana
Djamrah, Saiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Cipta
Faisal, Sanafiah. 1989. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar Dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers
Hasbullah. 2008. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Nasir. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Noor Syam, dkk. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, Malang:Yayasan Penerbit FIP-IKIP Malang
Pakasi, Soepartinah. 1981. Anak Dan Perkembangannya. Bndung: Remaja Karya
Poerbakatwaja, Soegarda. 1970. Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Gramedia Indonesia
Saifullah, Ali. 1992. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Malang: Yayasan Penerbit FIP-IKIP
Slameto. 1991.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendektan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Waligito,Bimo.1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.Jogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah mada